Pages

Friday, February 15, 2013

Salahkah Jika Mencinta?

Apakah salah jika menginginkan hidup yang lebih baik?
Apakah salah jika menginginkan kebahagiaan?
Apakah salah jika menginginkan kesenangan?

"Kau!! Kau sudah membuat malu seluruh nenek - kakek moyang dan seluruh darah keturunanku!!"

Apa? Kenapa bisa? Apa aku salah?

"Kau pikir aku sudi memakan nasi dari uangmu???? Melihatnya pun aku tak sudi!! Jika saja kau memberitahuku darimana uang-uang itu berasal... Aku- a - aku... Aku akan... Aaaaarrggghh!!!!"

Apa salahku? Kenapa dia semarah itu? Semurka itu? Sekacau itu?
Teriakannya menggema keseluruh sudut rumah, merambati udara, menekan kepalaku kuat. Sakit. Sakit kurasa.
Kupegang kepalaku kuat-kuat, kutekan daun telingaku, menghindar dari suara seraknya yang kuat tak beraturan.
Tahu-tahu lututku sudah ada di depan hidungku.
Gemetar...

"Aaaaaaarrggghhhh!!!! Ampuni dia!! Ampuni diaaa Tuhaaannn!!! Ampuni hambamu iniii... ampuni kamiiii ... Aaaaarrrggghhh!!!"

Lari.
Tidak.
Lari.
Tidak.
Haruskah aku lari? Lari kemana?

Kenapa? Kenapa orang renta ini terus menerus berteriak? Bahkan dia menunjuk-nunjuk kepalaku.
Kepalaku yang layu.
Apa aku salah? Apa aku sesalah itu sampai-sampai dia ingin membunuhku dengan suara sumbangnya dan dengan matanya yang menusukku itu?
Dia ingin membunuh tanpa menyentuhku dari singgasana kursi roda tua yang ia duduki?
Jujur, aku lebih memilih dia menusukku dengan pisau dapur, langsung ke jantungku!

"PERGIIII!!!! PERGI DARI RUMAHKUUU!!!! KAU ANAK DURHAKA!!"

Apa?
Pergi? Pergi katanya?
Kubuka tanganku, kujauhkan dari wajahku yang berhias air mata.
Pelan kutegakkan kepalaku, menatap matanya yang garang...

"Apa? Ibu me- mengusirku??"

"Berani-beraninya kau menyebutku IBU???? Aku bukan Ibumu!!! Kau bukan anakku lagi!!!"

Seakan tersambar petir ratusan kali, tubuhku serasa lemas tak bertenaga, lutut yang menjadi penopang ragaku kali ini pun goyah. Kaki yang sudah terkulai pun makin terasa tak bertulang.
Aku tak percaya dia mengatakan itu.
Aku tak mau percaya!!!

"Apa? Ibu.. Kau .. Kau tak mengakuiku? Kau.. membuang..membuangku?"

Perlahan tapi pasti, segala takut dan sedihku berubah menjadi amarah. Aku dapat merasakan detik-detik air di batang nadiku naik menuju ujung kepala.

Meledak.

"Huh. Kau pikir kau siapa? Kau cuma nenek-nenek yang manja, buang air pun harus dengan orang lain. Kau pikir siapa selama ini yang memandikanmu? Mencebokimu? Memberimu makan dan mencuci semua pakaian kotor bekas kotoranmu itu????"

Kurasakan kepuasan. Melihat wajahnya yang syok membuatku mampu mengangkat lututku, kutegakkan kakiku dan berdiri dihadapannya dengan lantang.

"Berkat siapa sisi rumah ini menjadi dinding? Berkat siapa lantai ini menjadi keramik?? Aku!! AKU BU!!"

"Seandainya bukan karena aku, kau masih harus tinggal di gubuk reyot peninggalan bapak! Suamimu yang sudah mati itu!!"

"Dan siapa yang selama ini mengantar kau berobat ke dokter? Siapa yang selalu rela meluangkan waktunya yang padat hanya untuk mendengar ocehan tentang sakit pinggang dan hampanya rasa lututmu itu??"

"SIAPA?? SIAPAA??? JAWAAAAAAAAABBB!!!!"

Hah... rasanya seperti tercekik... Lega sekaligus sakit.
Melihat mulutnya yang ternganga sembari memegang dadanya, nafasnya tersengal-senga, aku menghentikan bicaraku. Wajahnya berkerut, memperkaya kerut yang sudah permanen di wajahnya. Beberapa detik kemudian tangisnya meledak, seluruh wajah ia tenggelamkan ke kedua tangannya yang sudah rapuh itu.

Ia menjadi seperti aku di beberapa menit yang lalu.
Aku puas.
Aku puas dan sakit.

Salahkah aku? Salahkah aku jika ingin hidup bahagia?
Salahkah aku jika aku mencintai seseorang?
Salahkah aku jika aku menerima semua pemberian dari orang yang kucintai?

"Ibu... ibu hanya ingin kau sadar nak... I- ibu hanya ingin kau sadar.. Semuanya ini tidak benar... Salah!"

Memang ... aku tahu orang yang kucintai sudah beristri.
Tapi aku mencintainya! Kami saling mencinta!
Apa yang salah dari orang yang saling mencintai???

"Aku mencintainya bu.. Aku mencintainya. Semua.. Semua yang kuterima juga merupakan rasa cintanya padaku bu! Kami saling mencintai!!"

"Ibu tak sanggup, apa yang akan terjadi nanti.. Ketika berita tentangmu menyebar... Ibu tak sanggup..."

Kali ini pandangan matanya kosong dengan arus airmata tak berkurang. Lengannya ia biarkan terkulai begitu saja. Melihatnya yang seperti itu membuatku sakit!!

"Ibu tadi menyuruhku pergi? Baik aku akan pergi. Aku harap ibu dapat menjaga diri baik-baik."

Kubaikkan badanku dan berjalan menuju pintu. Gontai. Tenggorokanku seperti dicekik. Sakit.

"TUNGGUUU!!! Mau kemana kamu??? Jangan pergi sebelum kau menyadari apa yang menjadi salahmu! NAKKK!!!"

"Aku akan tinggal bersama Mas Hadi. Dia sudah membelikanku rumah. Aku akan tinggal dirumah itu bersamanya."

Kuberbicara membelakanginya, aku tak ingin melihat wajahnya yang membuatku sakit... Tapi tak apa, nanti akan kutelepon yayasan panti jompo untuk menjemputnya. Ya. Pasti. Tak apa. Tak apa. Tak apa, tapi... Kenapa aku menangis?


"JANGAN PERGIII!!! JANGAAAANNNN!!! JANGAN PERGIII!!! RIANTOOOO!!! JANGAN PERGI RIANTOOO!! KAU SALAAAAHHHHH... !!!"





~~~~~~~~~~~~~~~~Untuk khayalan liarku, terimakasih~~~~~~~~~~~~~~~

2 comments:

  1. XD sadis.. segitunya. cuma krna calon menantu uda beristri.

    ReplyDelete