Pages

Thursday, January 4, 2018

Being loved, yet not believe in Love

Sepatunya sudah usang, sudah lama ia pakai untuk berlari. Alas sepatu sebelah kirinya sudah sangat tipis, seperti sepatu penari balet, padahal pada awalnya adalah sepatu lari. Ia berusaha berlari dan terus berlari, bersembunyi, lalu berlari dan berlari lagi.

Kadang ia lelah, kadang ingin berhenti berlari, tapi berlari dan bersembunyi adalah pertahanan diri yang terbaik yang bisa ia andalkan untuk menyelamatkan diri. Itu pikirnya. Maka meski sudah berada diujung tanduk, diujung tebing, diujung jalan yang hampir tak berujung, ia selalu mencari cara agar bisa mengelak, menghindar, dan berlari lalu bersembunyi. Ia takut hancur. Menghadapi apa yang mengejarnya akan membuatnya hancur. Ia memilih untuk tetap berusaha utuh.

Utuh menurutnya adalah terlihat baik-baik saja, terlihat sehat, gembira, bahagia, ceria, positif. Sesedih-sedihnya, sekalut-kalutnya, seterpuruk-puruknya, senegatif apapun perasaannya, akan ia tekan kuat-kuat didalam tekadnya untuk bersembunyi. Topeng-topeng sikap positif dan baik ia keluarkan, untuk melindungi dirinya. Jangan sampai orang lain tau bahwa ia sebenarnya rapuh, ia ingin terlihat kuat. Ya, terlihat kuat, terlihat ceria. Jika kerapuhannya terlihat oleh orang lain, maka hancurlah dirinya - itu pikirnya.

Dosa terbesarnya adalah penolakan. Yang mengejarnya adalah perhatian, yang ia hindari adalah ikatan kasih sayang, yang membuatnya tertekan adalah cinta. Ia tidak bisa menerima bahwa sebenarnya ia dicintai, bahwa sebenarnya ia sangat berharga untuk dipertahankan. Namun yang ia rasakan adalah rasa sakit saja. Ia belum bisa menerima bahwa ia begitu dicintai dan diperhatikan. Trauma masa lalu masih membelenggunya, ia enggan membebaskan dirinya alih-alih demi melindungi dirinya yang mudah pecah, rapuh.

Pengecut. Ia mengakuinya, bahwa ia pengecut, penakut. Rasa rendah diri menghantuinya, merasa tidak mampu menghadapi Cinta yang begitu besarnya, ia menolak bahkan sering menyangsikan Cinta itu sendiri. Ia terus berlari, dan bersembunyi.

Yang ia tahu, waktunya sudah dekat, ia harus hancur, dihancurkan. Hancur agar dapat terbentuk menjadi yang baru. Namun ia masih meringkuk dalam goa nya, berusaha mengumpulkan keberanian, yang sering terhempas oleh pikiran-pikiran pesimistis miliknya sendiri.
Betapa sulit menjadi diri sendiri, pikirnya...
Sebentar lagi, itu yang ia inginkan...
Namun Sang Cinta terus memojokkannya, dan berkata :

SEKARANG.

No comments:

Post a Comment