Deg-deg-an waktu liat orang yang jelas-jelas nggak boleh ditaksir tuh rasanya .... nyesek!
Cuma mau nulis itu aja sih....
Jadi sebal ma diri sendiri....
Huhuhu.....
Wednesday, November 27, 2013
Wednesday, November 20, 2013
Disela Rintik Hujan Malam
Tuhan itu Maha Tau, jadi sebaiknya jangan jadi sok tau di hadapan Tuhan.
Tuhan itu Maha Adil, jadi sebaiknya jangan mengadili sesamamu sesuai penglihatanmu.
Tuhan itu Maha Mendengar, jadi sebaiknya tak perlu berteriak ataupun menunjukkan suara keras saat berbicara denganNya.
Tuhan itu Maha Berbicara, jadi sebaiknya jangan mendahului 'kata-kata' dari Tuhan.
Tuhan itu Maha Baik, jadi tak perlu khawatir tentang yang terbaik untukmu. Itu semua sudah dipersiapkanNya.
Tuhan itu Maha Kasih, maka tak perlu ragu untuk berbagi kasih pada sesama pun alam, karena kasihNya tak kan ada habisnya.
Karena itu, tak perlu mengeluh ataupun berduka, dalam saat terburuk dan tak ada seseorang yang menghibur, ingatlah bahwa Ia selalu setia berada disampingmu. Tak peduli seberapa banyak dosamu, tak peduli seberapa sakit penderitaanmu, tak peduli seberapa kesepianmu, jika kau sadar bahwa Tuhan selalu besertamu, tak lama segala susahmu akan disempurnakan menjadi senyum bahagia.
Tuhan itu Maha Adil, jadi sebaiknya jangan mengadili sesamamu sesuai penglihatanmu.
Tuhan itu Maha Mendengar, jadi sebaiknya tak perlu berteriak ataupun menunjukkan suara keras saat berbicara denganNya.
Tuhan itu Maha Berbicara, jadi sebaiknya jangan mendahului 'kata-kata' dari Tuhan.
Tuhan itu Maha Baik, jadi tak perlu khawatir tentang yang terbaik untukmu. Itu semua sudah dipersiapkanNya.
Tuhan itu Maha Kasih, maka tak perlu ragu untuk berbagi kasih pada sesama pun alam, karena kasihNya tak kan ada habisnya.
Karena itu, tak perlu mengeluh ataupun berduka, dalam saat terburuk dan tak ada seseorang yang menghibur, ingatlah bahwa Ia selalu setia berada disampingmu. Tak peduli seberapa banyak dosamu, tak peduli seberapa sakit penderitaanmu, tak peduli seberapa kesepianmu, jika kau sadar bahwa Tuhan selalu besertamu, tak lama segala susahmu akan disempurnakan menjadi senyum bahagia.
Wednesday, October 23, 2013
Cerita Alam
Langit sangat cerah, awan berarak membentuk suatu pola ; pola tak berpola. Pagi yang cerah tiap harinya, dengan harum bunga dan angin yang lembut. Para cemara menari sesuai bisikan nada aliran sungai dimana ikan-ikan dan karanglah pemusiknya. Burung gereja yang sangat ramah selalu menyapa, bukan berkicau atau bernyanyi. Hanya menyapa. Seolah merasakan indahnya damai surga, sekali kemari maka akan sulit kembali. Serasa tak rela meninggalkan nuansa penuh cinta dari alam.
Terlihat dari kejauhan seorang pria berdiri, memandang langit dengan seksama, entah penuh makna atau duka. Sesekali menunduk, berkedip pada rumput ; berusaha tersenyum. Ironi. Dalam hembusan angin yang ceria terbawa aroma lara. Entah berasal dari pria itu, atau pada pada pandangannya. Atau pada keduanya. Diam. Alam pun terus mengamatinya. Dalam diam.
Dunia adalah menyakitkan menurutnya. Penuh ilusi dan tipu daya, kemenangan hanya pada yang berkuasa atas harta. Atas harta, kuasa sampai wanita. Yang berharta akan berkuasa, yang berkuasa akan bermain wanita. Klasik. Untuk seorang pria naif seperti dia, yang berharap pada kesejatian cinta, dunia begitu memilukan. Semua yang ia cintai, terutama bidadari yang ia harapkan untuk bersamanya, meninggalkannya. Ia tak punya harta, pun kuasa, maka sukar dalam mendapat wanita. Yang ia miliki hanya keyakinan akan masa depan cerah.
"Katakan padaku! Selain harta dan kuasa, apa yang tidak kumiliki?! Hatiku kuat selayak baja, jiwaku dipenuhi semangat emas kejujuran, murninya kilauan berlian tak semurni cintaku pada gadis yang kuharapkan! Mengapa dunia begitu jahat??? Mengapa hanya yang berharta yang bisa mendapatkan segalanya???? Tak ada lagikah yang berhati lurus di dunia ini?? MENGAPAAAA???!!!"
Para burung berhamburan, angin bergejolak, para cemara membuang daun-daunnya. Mereka yang hanya mengamati akhirnya berontak. Suara sungai pun makin keras menghantam. Suara parau pria itu menjadi alasan mereka berontak. Ada yang salah. Ada yang salah pada pandangan pria itu. Atau pada pola pikirnya. Atau keduanya.
Setelah sesaat, alam pun kembali diam. Kembali mengamati. Apa gerangan yang akan dilakukan pria ini? Sungai mulai gelisah. Jangan-jangan pria ini ingin meceburkan dirinya? Ah, tidak mungkin. Sungai terlalu indah dan juga tidak dalam. Ikan menenangkan sang sungai. Atau pria ini ingin menggantungkan dirinya? Para cemara mulai gelisah. Itu tidak mungkin, para cemara terlalu tinggi dan terlalu indah untuk tempat bergantung. Burung-burung menenangkan para cemara. Lalu apa yang kira-kira akan pria ini lakukan?
Mungkin ada yang bisa menolongnya? Kita hanya bisa mengamati. Begitu yang alam pikirkan.
"Kak..."
Terhenyak dari ratapannya, pria ini merasakan ada yang menarik-narik kemeja yang ia kenakan. Dilihatnya seorang anak kecil berhidung mungil dengan tangan yang mungil pula.
"A...ada apa?"
"Kenapa kakak berisik?"
"Ah... maaf, aku kira hanya aku yang ada disini."
"Kakak sedih? Kenapa?"
"Orang yang kucintai meninggalkan aku demi orang yang tidak lebih baik daripada aku."
"Oh... jadi kakak sedih karena ditinggalkan... Kalau kutemani bagaimana? Aku takkan meninggalkan kakak."
Pria ini tertegun mendengar kalimat sederhana yang dilontarkan oleh seorang anak kecil yang ada disampingnya.
Tanpa ragu sang anak duduk beralaskan rumput yang lembut, dengan sekali tarikan saja, pria ini juga terduduk disamping sang anak.
Mereka saling berbicara, bercanda dan tersenyum. Dan alam masih mengamati.
"Kau begitu kecil, berapa umurmu?"
"Bulan besok aku masuk sekolah menengah pertama."
"Dua belas? Atau tiga belas?"
"Sebelas. Aku memang paling muda dikelasku."
Kepalanya sesekali digoyangkan ketika bercerita, membuat rambut lurusnya juga bergoyang. Angin sedikit berperan dalam hal ini.
"Oh, pantas. Memang masih kecil." Gumam tawa menggema dari bibirnya.
"Kalau kakak? Dua puluh lima?" Mata coklatnya berkilat penuh selidik.
"Hmpft... Apa aku terlihat setua itu?"
Tawa akhirnya meluncur melalui suaranya. Untuk beberapa saat alam sepertinya ingin tertawa juga. Tapi mereka menahannya.
"Enam belas. Aku baru enam belas tahun."
"Oh.... Baru enam belas... lalu kenapa sudah berpikiran seperti sudah berumur dewasa? Kakak kan belum dewasa?"
"Apa maksudnya?"
"Suara kakak tadi kencang. Kata ibu, hal-hal seperti harta dan yang lainnya hanya perlu dipikirkan oleh orang dewasa. Tapi ada apa sebenarnya?"
"Hanya pelampisan. Hanya ingin berteriak. Hanya itu saja," ucapnya sambil tersenyum simpul.
"Kakak kelihatannya pintar, wajah kakak juga lumayan. Tapi lebih baik kakak memikirkan belajar dulu daripada memikirkan hal yang tidak-tidak."
"Hal yang tidak-tidak bagaimana?"
"Itu juga yang dikatakan ibu padaku, sebenarnya aku juga tidak begitu mengerti. Harta dan teman-temannya mungkin, mungkin itu adalah hal yang tidak-tidak?"
Sesaat mereka terdiam. Berfikir, tenggelam dalam benak masing-masing. Si pria mungkin merenung ada benarnya sang anak dalam berkata. Sang anak mungkin kembali berusaha memahami apa yang pernah ibunya katakan. Ibunya pernah berkata seperti itu ketika ia bercerita tentang temannya yang memamerkan sebuah cincin emas bermata berlian padanya. Ia benci pada temannya yang suka pamer.
Lebih baik memikirkan belajar daripada memikirkan hal yang tidak-tidak.
Kini pikiran si pria mulai terbuka. Ia sadar bahwa ia sebaiknya bangga untuk hal yang ia miliki. Prestasi yang cemerlang, termasuk yang ia banggakan. Ia yakin bahwa ia mempunyai masa depan yang cerah. Tak perlu ia memikirkan bahkan tergila-gila pada seorang gadis untuk saat ini. Kini ia tahu, kelak suatu saat dimana dia sudah berada di posisi tepat dalam hidupnya, dengan mengandalkan kejujuran, prestasi dan terutama Tuhan, ia pasti akan menemukan seorang gadis yang tepat pula untuknya. Untuk saat ini, demi seorang gadis yang tepat, tentunya dia harus menjadi seorang pria yang tepat.
"Dik, siapa namamu?"
"Sherly."
"Sherly, pasti ibumu sangatlah baik. Beliau mengajarkan sesuatu yang baik."
"Ah.. iya, ibuku sangat baik. Masakannya juga enak, terutama nasi gorengnya!"
Timpal sang anak dengan penuh semangat.
Lebih baik memikirkan belajar daripada memikirkan hal yang tidak-tidak.
"Sudah kuputuskan. Aku akan mengejar masa depanku dengan belajar keras saat ini."
Ia bergumam. Masih sakit. Atas kekalahannya. Setelah memendam cinta bertepuk sebelah tangan beberapa lama, ternyata gadis yang ia cintai jatuh ke pelukan seorang remaja pria yang memiliki orangtua yang kaya raya. Sedangkan ia hanya seorang remaja pria penerima beasiswa yang berasal dari keluarga sederhana.
"Kak....? Kakak melamun?"
"Eh... maaf, hanya sedikit berfikir. Boleh kapan-kapan aku mencicipi nasi goreng buatan ibumu? Kedengarannya sangat sangat enak..." ^_^
"Tentu! Sangat sangat sangaaatt enak!" Kedua jempol tangannya ia acungkan dengan mantap.
Alam masih diam, sedikit bergumam. Angin bergumam dengan lembut, awan kembali ceria melintasi bukit, burung gereja pun menyapa hati yang mulai bangkit. Nuansa damai kembali menyeruak.
"Sudah beranjak sore. Aku ingin pulang. Kau sebaiknya pulang juga Sher."
Sedikit meregangkan badan, dan si pria mulai melangkah maju.
"Ah, iya."
Dengan langkah kecilnya sang anak berlari berusaha mengikuti langkah si pria. Dan kembali berhasil menarik kemeja si pria. Hampir. Hampir saja si pria tak kuasa menahan bebannya sendiri. Untung saja gerak reflek melarangnya untuk jatuh.
"Ada apa? Sherly?"
"Besok kakak kesini lagi? Kubawakan nasi goreng buatan ibuku. Mau?"
Si pria terdiam sesaat. Lalu tersenyum hangat.
"Tentu saja.."
Tangannya mengusap kepala sang anak. Membuat rambut pendek sang anak sedikit tak beraturan.
Sampai-sampai sang awan pun tertawa melihat rambut sang anak. Tapi sang anak terlihat tak peduli.
"Asik... "
Tapi belum ia lepaskan tangannya dari kemeja si pria.
"Eh iya. nama kakak siapa?"
"Namaku? Namaku...........
==End==
Terlihat dari kejauhan seorang pria berdiri, memandang langit dengan seksama, entah penuh makna atau duka. Sesekali menunduk, berkedip pada rumput ; berusaha tersenyum. Ironi. Dalam hembusan angin yang ceria terbawa aroma lara. Entah berasal dari pria itu, atau pada pada pandangannya. Atau pada keduanya. Diam. Alam pun terus mengamatinya. Dalam diam.
Dunia adalah menyakitkan menurutnya. Penuh ilusi dan tipu daya, kemenangan hanya pada yang berkuasa atas harta. Atas harta, kuasa sampai wanita. Yang berharta akan berkuasa, yang berkuasa akan bermain wanita. Klasik. Untuk seorang pria naif seperti dia, yang berharap pada kesejatian cinta, dunia begitu memilukan. Semua yang ia cintai, terutama bidadari yang ia harapkan untuk bersamanya, meninggalkannya. Ia tak punya harta, pun kuasa, maka sukar dalam mendapat wanita. Yang ia miliki hanya keyakinan akan masa depan cerah.
"Katakan padaku! Selain harta dan kuasa, apa yang tidak kumiliki?! Hatiku kuat selayak baja, jiwaku dipenuhi semangat emas kejujuran, murninya kilauan berlian tak semurni cintaku pada gadis yang kuharapkan! Mengapa dunia begitu jahat??? Mengapa hanya yang berharta yang bisa mendapatkan segalanya???? Tak ada lagikah yang berhati lurus di dunia ini?? MENGAPAAAA???!!!"
Para burung berhamburan, angin bergejolak, para cemara membuang daun-daunnya. Mereka yang hanya mengamati akhirnya berontak. Suara sungai pun makin keras menghantam. Suara parau pria itu menjadi alasan mereka berontak. Ada yang salah. Ada yang salah pada pandangan pria itu. Atau pada pola pikirnya. Atau keduanya.
Setelah sesaat, alam pun kembali diam. Kembali mengamati. Apa gerangan yang akan dilakukan pria ini? Sungai mulai gelisah. Jangan-jangan pria ini ingin meceburkan dirinya? Ah, tidak mungkin. Sungai terlalu indah dan juga tidak dalam. Ikan menenangkan sang sungai. Atau pria ini ingin menggantungkan dirinya? Para cemara mulai gelisah. Itu tidak mungkin, para cemara terlalu tinggi dan terlalu indah untuk tempat bergantung. Burung-burung menenangkan para cemara. Lalu apa yang kira-kira akan pria ini lakukan?
Mungkin ada yang bisa menolongnya? Kita hanya bisa mengamati. Begitu yang alam pikirkan.
"Kak..."
Terhenyak dari ratapannya, pria ini merasakan ada yang menarik-narik kemeja yang ia kenakan. Dilihatnya seorang anak kecil berhidung mungil dengan tangan yang mungil pula.
"A...ada apa?"
"Kenapa kakak berisik?"
"Ah... maaf, aku kira hanya aku yang ada disini."
"Kakak sedih? Kenapa?"
"Orang yang kucintai meninggalkan aku demi orang yang tidak lebih baik daripada aku."
"Oh... jadi kakak sedih karena ditinggalkan... Kalau kutemani bagaimana? Aku takkan meninggalkan kakak."
Pria ini tertegun mendengar kalimat sederhana yang dilontarkan oleh seorang anak kecil yang ada disampingnya.
Tanpa ragu sang anak duduk beralaskan rumput yang lembut, dengan sekali tarikan saja, pria ini juga terduduk disamping sang anak.
Mereka saling berbicara, bercanda dan tersenyum. Dan alam masih mengamati.
"Kau begitu kecil, berapa umurmu?"
"Bulan besok aku masuk sekolah menengah pertama."
"Dua belas? Atau tiga belas?"
"Sebelas. Aku memang paling muda dikelasku."
Kepalanya sesekali digoyangkan ketika bercerita, membuat rambut lurusnya juga bergoyang. Angin sedikit berperan dalam hal ini.
"Oh, pantas. Memang masih kecil." Gumam tawa menggema dari bibirnya.
"Kalau kakak? Dua puluh lima?" Mata coklatnya berkilat penuh selidik.
"Hmpft... Apa aku terlihat setua itu?"
Tawa akhirnya meluncur melalui suaranya. Untuk beberapa saat alam sepertinya ingin tertawa juga. Tapi mereka menahannya.
"Enam belas. Aku baru enam belas tahun."
"Oh.... Baru enam belas... lalu kenapa sudah berpikiran seperti sudah berumur dewasa? Kakak kan belum dewasa?"
"Apa maksudnya?"
"Suara kakak tadi kencang. Kata ibu, hal-hal seperti harta dan yang lainnya hanya perlu dipikirkan oleh orang dewasa. Tapi ada apa sebenarnya?"
"Hanya pelampisan. Hanya ingin berteriak. Hanya itu saja," ucapnya sambil tersenyum simpul.
"Kakak kelihatannya pintar, wajah kakak juga lumayan. Tapi lebih baik kakak memikirkan belajar dulu daripada memikirkan hal yang tidak-tidak."
"Hal yang tidak-tidak bagaimana?"
"Itu juga yang dikatakan ibu padaku, sebenarnya aku juga tidak begitu mengerti. Harta dan teman-temannya mungkin, mungkin itu adalah hal yang tidak-tidak?"
Sesaat mereka terdiam. Berfikir, tenggelam dalam benak masing-masing. Si pria mungkin merenung ada benarnya sang anak dalam berkata. Sang anak mungkin kembali berusaha memahami apa yang pernah ibunya katakan. Ibunya pernah berkata seperti itu ketika ia bercerita tentang temannya yang memamerkan sebuah cincin emas bermata berlian padanya. Ia benci pada temannya yang suka pamer.
Lebih baik memikirkan belajar daripada memikirkan hal yang tidak-tidak.
Kini pikiran si pria mulai terbuka. Ia sadar bahwa ia sebaiknya bangga untuk hal yang ia miliki. Prestasi yang cemerlang, termasuk yang ia banggakan. Ia yakin bahwa ia mempunyai masa depan yang cerah. Tak perlu ia memikirkan bahkan tergila-gila pada seorang gadis untuk saat ini. Kini ia tahu, kelak suatu saat dimana dia sudah berada di posisi tepat dalam hidupnya, dengan mengandalkan kejujuran, prestasi dan terutama Tuhan, ia pasti akan menemukan seorang gadis yang tepat pula untuknya. Untuk saat ini, demi seorang gadis yang tepat, tentunya dia harus menjadi seorang pria yang tepat.
"Dik, siapa namamu?"
"Sherly."
"Sherly, pasti ibumu sangatlah baik. Beliau mengajarkan sesuatu yang baik."
"Ah.. iya, ibuku sangat baik. Masakannya juga enak, terutama nasi gorengnya!"
Timpal sang anak dengan penuh semangat.
Lebih baik memikirkan belajar daripada memikirkan hal yang tidak-tidak.
"Sudah kuputuskan. Aku akan mengejar masa depanku dengan belajar keras saat ini."
Ia bergumam. Masih sakit. Atas kekalahannya. Setelah memendam cinta bertepuk sebelah tangan beberapa lama, ternyata gadis yang ia cintai jatuh ke pelukan seorang remaja pria yang memiliki orangtua yang kaya raya. Sedangkan ia hanya seorang remaja pria penerima beasiswa yang berasal dari keluarga sederhana.
"Kak....? Kakak melamun?"
"Eh... maaf, hanya sedikit berfikir. Boleh kapan-kapan aku mencicipi nasi goreng buatan ibumu? Kedengarannya sangat sangat enak..." ^_^
"Tentu! Sangat sangat sangaaatt enak!" Kedua jempol tangannya ia acungkan dengan mantap.
Alam masih diam, sedikit bergumam. Angin bergumam dengan lembut, awan kembali ceria melintasi bukit, burung gereja pun menyapa hati yang mulai bangkit. Nuansa damai kembali menyeruak.
"Sudah beranjak sore. Aku ingin pulang. Kau sebaiknya pulang juga Sher."
Sedikit meregangkan badan, dan si pria mulai melangkah maju.
"Ah, iya."
Dengan langkah kecilnya sang anak berlari berusaha mengikuti langkah si pria. Dan kembali berhasil menarik kemeja si pria. Hampir. Hampir saja si pria tak kuasa menahan bebannya sendiri. Untung saja gerak reflek melarangnya untuk jatuh.
"Ada apa? Sherly?"
"Besok kakak kesini lagi? Kubawakan nasi goreng buatan ibuku. Mau?"
Si pria terdiam sesaat. Lalu tersenyum hangat.
"Tentu saja.."
Tangannya mengusap kepala sang anak. Membuat rambut pendek sang anak sedikit tak beraturan.
Sampai-sampai sang awan pun tertawa melihat rambut sang anak. Tapi sang anak terlihat tak peduli.
"Asik... "
Tapi belum ia lepaskan tangannya dari kemeja si pria.
"Eh iya. nama kakak siapa?"
"Namaku? Namaku...........
==End==
Wednesday, September 25, 2013
Tujuan Hidup ???
"Tujuan uripmu ki opo?"
Tujuan hidupku?
Hihi... hari ini hari yang menyenangkan menurutku. Dalam obrolan malam yang nggak jelas membahas tentang kejelasan hidup. Semakin malam semakin bermakna (wuelehh), dan mendalam (wkwkwkw).
***
Hari Rabu seperti biasa malam harinya ada kumpul Kentos di sekretariat. Hari yang kunanti, dan menjadi sangat kunanti karena sudah 2 x yang berarti 2 minggu tanpa bertemu teman Kentos (hikz). Dan seperti biasa lagi, aku telat. Dari tempat kerja langsung menuju Sempu, tapi tetap saja aku datang di akhir rapat dan langsung menuju sesi favoritku, after Kentos :D
Tujuan hidup? Tentu saja pada Tuhan. Sudah pasti. Tapi dengan apa kita bisa menuju kepada Tuhan? Tujuan sudah jelas, jalan menuju tujuan juga harus jelas dong. Obrolan after Kentos kali ini menyentuh tentang suatu kejelasan. Kejelasan hidup, kejelasan hati, kejelasan prinsip dan komitmen, memperjelas tujuan dan kejelasan jalan menuju tujuan.
Jadi sebenarnya kalau kita bertanya tentang tujuan hidup, yang sebenarnya kita tanyakan bukanlah tentang tujuan hidup, tapi mengenai jalan menuju tujuan hidup. Jalan apa atau lebih tepatnya mau dengan lantaran apa kita mau menuju/bertemu dengan Tuhan? Apa kita mau bertemu Tuhan hanya dengan tangan kosong?
"Apa yang telah kau perbuat di Bumi?"
"Kebaikan apa yang telah kau lakukan terhadap sesamamu dan seluruh ciptaanKU di Bumi?"
"Apakah kau telah mempergunakan talenta-talenta yang telah KUberikan dengan semestinya?"
"Atau kau hanya menyimpannya dan tidak mengembangkan berkat yang telah KUberikan?"
Seandainya nanti Tuhan bertanya seperti itu, apa jawab kita?
Kalau diibaratakan benda, talenta adalah sepatu kita untuk berjalan menuju puncak gunung (Allah). Semua manusia mempunyainya, bohong (bodoh juga bisa) jika ada orang bilang ia tak memiliki suatu keahlian spesial dari Tuhan. Semuanya mempunyai sepatu itu, semuanya juga mempunyai pilihan untuk mau memakainya atau tidak. Ada yang berpikiran keliru dengan menyimpannya saja di dalam gudang. Entah takut rusak, entah takut dikira pamer, atau memang malas untuk memakainya.
Ketakutan yang sebenarnya tak berarti.
Kalau aku sih pasrah dengan jalan yang diberikan oleh Tuhan untukku (terlalu pasrah mungkin =_=' ). Tapi semuanya memang yang terbaik buatku. Seperti teka-teki, setiap pertanyaan yang kuajukan padaNYA dijawab tidak langsung seluruhnya. Tapi itu yang membuatku takjub dan bersyukur, saat aku berhasil menyusun jawaban, aku makin tahu bahwa Tuhan sangat mencintaiku.
Aku ingin menggunakan sepatuku dengan sebaik mungkin seperti Tuhan menghendakinya. Dan juga aku berusaha untuk menemukan atau lebih tepatnya menggali dalam diriku, sepatu-sepatu yang telah Tuhan berikan padaku. Mungkin aku akan menemukan sepatu yang sangat indah, dan aku tahu aku memilikinya, bukan hanya sepatu-sepatu. Aku juga punya sayap!
***
Wajah mudah senyum, periang, ramah, tak mudah lelah, suka tertawa, selalu berusaha berpikir positif, sopan, pecinta anak-anak, penyayang binatang + bunga + alam, berbakti pada orangtua, senang jika dibutuhkan.... dll
Sifat positif kita juga adalah berkat dari Tuhan....
Yang sudah sepatutnya kita pakai, kita bagikan pada sesama, sebagai penapak kaki kita, sebagai sayap kita di jalan menuju Tuhan.
Karena talenta bukan hanya hal yang muluk-muluk...
Bukan hanya tentang pekerjaan atau impian yang menjanjikan...
Karena jalan menuju Tuhan bukan jalan dengan karpet merah mewah...
Tapi jalan sederhana yang sejuk dan menggugah...
Tujuan hidupku?
Hihi... hari ini hari yang menyenangkan menurutku. Dalam obrolan malam yang nggak jelas membahas tentang kejelasan hidup. Semakin malam semakin bermakna (wuelehh), dan mendalam (wkwkwkw).
***
Hari Rabu seperti biasa malam harinya ada kumpul Kentos di sekretariat. Hari yang kunanti, dan menjadi sangat kunanti karena sudah 2 x yang berarti 2 minggu tanpa bertemu teman Kentos (hikz). Dan seperti biasa lagi, aku telat. Dari tempat kerja langsung menuju Sempu, tapi tetap saja aku datang di akhir rapat dan langsung menuju sesi favoritku, after Kentos :D
Tujuan hidup? Tentu saja pada Tuhan. Sudah pasti. Tapi dengan apa kita bisa menuju kepada Tuhan? Tujuan sudah jelas, jalan menuju tujuan juga harus jelas dong. Obrolan after Kentos kali ini menyentuh tentang suatu kejelasan. Kejelasan hidup, kejelasan hati, kejelasan prinsip dan komitmen, memperjelas tujuan dan kejelasan jalan menuju tujuan.
Jadi sebenarnya kalau kita bertanya tentang tujuan hidup, yang sebenarnya kita tanyakan bukanlah tentang tujuan hidup, tapi mengenai jalan menuju tujuan hidup. Jalan apa atau lebih tepatnya mau dengan lantaran apa kita mau menuju/bertemu dengan Tuhan? Apa kita mau bertemu Tuhan hanya dengan tangan kosong?
"Apa yang telah kau perbuat di Bumi?"
"Kebaikan apa yang telah kau lakukan terhadap sesamamu dan seluruh ciptaanKU di Bumi?"
"Apakah kau telah mempergunakan talenta-talenta yang telah KUberikan dengan semestinya?"
"Atau kau hanya menyimpannya dan tidak mengembangkan berkat yang telah KUberikan?"
Seandainya nanti Tuhan bertanya seperti itu, apa jawab kita?
Kalau diibaratakan benda, talenta adalah sepatu kita untuk berjalan menuju puncak gunung (Allah). Semua manusia mempunyainya, bohong (bodoh juga bisa) jika ada orang bilang ia tak memiliki suatu keahlian spesial dari Tuhan. Semuanya mempunyai sepatu itu, semuanya juga mempunyai pilihan untuk mau memakainya atau tidak. Ada yang berpikiran keliru dengan menyimpannya saja di dalam gudang. Entah takut rusak, entah takut dikira pamer, atau memang malas untuk memakainya.
Ketakutan yang sebenarnya tak berarti.
Kalau aku sih pasrah dengan jalan yang diberikan oleh Tuhan untukku (terlalu pasrah mungkin =_=' ). Tapi semuanya memang yang terbaik buatku. Seperti teka-teki, setiap pertanyaan yang kuajukan padaNYA dijawab tidak langsung seluruhnya. Tapi itu yang membuatku takjub dan bersyukur, saat aku berhasil menyusun jawaban, aku makin tahu bahwa Tuhan sangat mencintaiku.
Aku ingin menggunakan sepatuku dengan sebaik mungkin seperti Tuhan menghendakinya. Dan juga aku berusaha untuk menemukan atau lebih tepatnya menggali dalam diriku, sepatu-sepatu yang telah Tuhan berikan padaku. Mungkin aku akan menemukan sepatu yang sangat indah, dan aku tahu aku memilikinya, bukan hanya sepatu-sepatu. Aku juga punya sayap!
***
Wajah mudah senyum, periang, ramah, tak mudah lelah, suka tertawa, selalu berusaha berpikir positif, sopan, pecinta anak-anak, penyayang binatang + bunga + alam, berbakti pada orangtua, senang jika dibutuhkan.... dll
Sifat positif kita juga adalah berkat dari Tuhan....
Yang sudah sepatutnya kita pakai, kita bagikan pada sesama, sebagai penapak kaki kita, sebagai sayap kita di jalan menuju Tuhan.
Karena talenta bukan hanya hal yang muluk-muluk...
Bukan hanya tentang pekerjaan atau impian yang menjanjikan...
Karena jalan menuju Tuhan bukan jalan dengan karpet merah mewah...
Tapi jalan sederhana yang sejuk dan menggugah...
===Kamis awal, dengan ketenangan.===
Monday, July 22, 2013
Naif
Angin malam menggelitik rasa
kala angan melayang terbawa pantulan bulan
Para jangkrik tertawa
menertawai hamba yang sedang terpesona
Mengapa dunia sangat menggugah
sungguh memikat harapan
Bunga-bunga mengatup kala malam
terkecuali untuk Asa yang tak pernah patah
Katakan bahwa naif adalah bodoh
maka orang-orang selalu mencemooh
Tapi siapa yang sebenarnya tolol
bersembunyi dalam kepalsuan konyol
Apa salah mencintai kebenaran
apa salah terpikat pada kedamaian
Ini mimpi hamba
ini mimpi kami para perindu keadilan
Cinta yang merupakan kekal
bukan hanya pada pacar tapi juga pada alam
Kasih yang abadi
bukan hanya pada padi tapi pada semua diri
Katakan bahwa hamba naif
hanya saja hamba mencintai segala baik
Katakan bahwa dunia tanpa orang naif
maka tiada harapan di bumi
kala angan melayang terbawa pantulan bulan
Para jangkrik tertawa
menertawai hamba yang sedang terpesona
Mengapa dunia sangat menggugah
sungguh memikat harapan
Bunga-bunga mengatup kala malam
terkecuali untuk Asa yang tak pernah patah
Katakan bahwa naif adalah bodoh
maka orang-orang selalu mencemooh
Tapi siapa yang sebenarnya tolol
bersembunyi dalam kepalsuan konyol
Apa salah mencintai kebenaran
apa salah terpikat pada kedamaian
Ini mimpi hamba
ini mimpi kami para perindu keadilan
Cinta yang merupakan kekal
bukan hanya pada pacar tapi juga pada alam
Kasih yang abadi
bukan hanya pada padi tapi pada semua diri
Katakan bahwa hamba naif
hanya saja hamba mencintai segala baik
Katakan bahwa dunia tanpa orang naif
maka tiada harapan di bumi
Aku Ingin Manusia Juga Mencintai Ciptaan Tuhan yang Lainnya
Pak A ceritanya ngebut pakai motor dari arah selatan. Dari arah barat berlari seekor anjing hitam yang tanggung ( belum gede tapi udah nggak kecil lagi ) kejar-kejaran dengan anjing besar berwarna krem, dan jadilah mereka tabrakan. Pak A jatuh.
Pak A : -semaput-
Beberapa orang berkumpul untuk menolong. Ada Pak B yang dibelakang Pak A.
Pak B : Bunuh aja semua anjing ini!
========
Anjing hitam ini sejak kecil kulihat belum pernah senang. Dia sering kena tendang tuannya kalau pipis sembarangan di rumah, tiap nemu pipis di lantai rumahnya, si hitam ini yang ditendang. Padahal bisa jadi itu pipis anak anjing yang masi beberapa minggu yang juga milik orang ini. Jarang diajak main sama tuannya, apalagi dielus...
Kalau ketemu sama anak-anak kecil sering dilemparin batu, sama anjing yang lebih gede sering dianiaya......
huweeeee.... nangis bener aku....
udah sakit ditabrak motor, ( barusan denger si anjing ini "kaing-kaing" dari rumahnya ) masih dapat ancaman mau dibunuh.....
Di satu sisi Pak A korban, di satu sisi anjing ini juga korban.
Aku ingin Pak A cepat sembuh, dan aku juga ingin si anjing selamat.
Dan aku juga ingin orang-orang di daerah ini ( tempat tinggalku ) mengambil hikmah dari kejadian ini : agar pelan dan berhati-hati dalam berkendara, terutama jika lewat gang-gang yang rawan anak-anak dan hewan-hewan peliharaan.
Anjing juga ciptaan Tuhan. Kalau memang Tuhan tidak menghendaki anjing ada, maka anjing takkan tercipta.
Dan buktinya anjing ada. Berarti Tuhan juga menghendaki anjing itu ada.
Tuhan... Dampingilah kami semua, berikanlah pada kami manusia rasa sayang terhadap semua ciptaanMu, termasuk hewan-hewan yang telah Engkau ciptakan kepada kami....
Amin....
Pak A : -semaput-
Beberapa orang berkumpul untuk menolong. Ada Pak B yang dibelakang Pak A.
Pak B : Bunuh aja semua anjing ini!
========
Anjing hitam ini sejak kecil kulihat belum pernah senang. Dia sering kena tendang tuannya kalau pipis sembarangan di rumah, tiap nemu pipis di lantai rumahnya, si hitam ini yang ditendang. Padahal bisa jadi itu pipis anak anjing yang masi beberapa minggu yang juga milik orang ini. Jarang diajak main sama tuannya, apalagi dielus...
Kalau ketemu sama anak-anak kecil sering dilemparin batu, sama anjing yang lebih gede sering dianiaya......
huweeeee.... nangis bener aku....
udah sakit ditabrak motor, ( barusan denger si anjing ini "kaing-kaing" dari rumahnya ) masih dapat ancaman mau dibunuh.....
Di satu sisi Pak A korban, di satu sisi anjing ini juga korban.
Aku ingin Pak A cepat sembuh, dan aku juga ingin si anjing selamat.
Dan aku juga ingin orang-orang di daerah ini ( tempat tinggalku ) mengambil hikmah dari kejadian ini : agar pelan dan berhati-hati dalam berkendara, terutama jika lewat gang-gang yang rawan anak-anak dan hewan-hewan peliharaan.
Anjing juga ciptaan Tuhan. Kalau memang Tuhan tidak menghendaki anjing ada, maka anjing takkan tercipta.
Dan buktinya anjing ada. Berarti Tuhan juga menghendaki anjing itu ada.
Tuhan... Dampingilah kami semua, berikanlah pada kami manusia rasa sayang terhadap semua ciptaanMu, termasuk hewan-hewan yang telah Engkau ciptakan kepada kami....
Amin....
Subscribe to:
Posts (Atom)