Pages

Thursday, February 28, 2013

Bukan Untuk Perbandingan



 Ibarat bunga, manusia memiliki keindahannya masing-masing. Maka tak pantaslah sebenarnya jika kita membanding-bandingkan orang dengan oranng lainnya. Kebetulan saat menulis tulisan ini terjadi perdebatan antara ibu dan adikku. Dimulai saat adik menyuruh ibu menulis pesan teks di handphone, tapi ibu menolak karena malas mengambil kacamata. Lalu adik membandingkan ibu dengan seorang kakek-kakek tetangga yang masih bisa membaca tanpa kacamata. Daan adu mulut pun dimulai... Menilik sifat ibu yang sulit mengalah (haha), adu argumen sangat seru, mengalahkan suara tv dan memecah konsentrasiku menulis (sampai akhirnya tema awal tulisanku hilang X) ).

Membandingkan sangat menyakitkan bagi yang dibandingkan.
Karena sebenarnya manusia bukanlah obyek perbandingan,
karena manusia adalah pribadi, karena manusia itu unik.

Wednesday, February 27, 2013

Antara Karakter Dan Masa Kecil

"Setiap manusia terbentuk dari masa kecil yang telah mereka alami."

Hmm... benarkah? Setiap orang mempunyai kenangan masa kecilnya masing-masing. Dari yang menyedihkan dan menyenangkan. Seorang anak yang terbiasa dipuji, tentunya akan berbeda dengan anak yang terbiasa diolok...
Ada seorang teman, dia bercerita bahwa karena ia tak pernah dipuji oleh kedua orang tuanya saat ia mendapatkan sebuah prestasi, sampai menginjak usia duapuluhan dia selalu merasa kurang puas terhadap dirinya sendiri. Perasaan kurang puas itu (menurutnya) merupakan hambatan bagi dirinya. Padahal menurutku dia sudah berhasil dalam berbagai hal. Tapi dia merasa belum mencapai sesuatu yang memuaskaan.

Mendengar cerita tersebut aku jadi yakin memang semua manusia merupakan hasil dari cara asuhan para orangtua sewaktu kecil. Segala kenangan manis sampai trauma sangat membekas ketika hal-hal itu dialami saat masa kanak-kanak. Selain perlakuan dari orangtua, perlakuan dari saudara, kerabat, teman dan orang-orang terdekat lainnya sangat berpengaruh bagi tumbuh kembang jiwa anak. Mungkin sang anak sempat lupa akan apa yang telah ia alami saat ia beranjak dewasa. Tapi kenangan manis/buruk itu akan  tetap membekas di alam bawah mereka.

Aku jadi teringat puisi pendidikan yang dibuat oleh pakar psikologi anak, Dorothy Law Nolte, Ph.D. tentang perlakuan orangtua yang sangat berpengaruh pada karakter anak. Dari puisi itu aku jadi tau kenapa bisa sampai memiliki karakter seperti ini. (LOL)

Sangat perlu sekali kurasa untuk mengetahui asal muasal karakter kita. Yang sebenarnya telah dimulai sejak dalam kandungan. Dari sejarah masa kecil, kita dapat mengetaui apa yang salah pada karakter kita. Dan untuk orang-orang yang ingin maju tapi merasa terhambat karena perihal karakter negatif yang dimiliki, metode ini sangat efektif. Mencari apa yang membuat kita berperilaku / memliki sifat negatif, dan kemudian membenahinya dengan ikhlas, maaf dan memaafkan.

Ikhlas melepas semua sakit dimasa lalu, menyesali semua salah yang telah dilakukan diri sendiri terhadap orang lain (menyakiti orang lain) dan bertobat, lalu memaafkan diri sendiri dan juga memaafkan orang lain yang telah menyakiti kita.
Dan kemudian maju untuk selalu berusaha menjadi manusia yang lebih baik dan lebih baik lagi setiap harinya.



Intinya, jangan lari dari masa kecil anda, tapi terima dan hadapi diri anda dengan kekuatan penuh!!! FIGHT !!! :D




~~CHILDREN LEARN WHAT THEY LIVE~~
     by Dorothy Law Nolte, Ph.D.


"If a child lives with a criticism, He learns to condemn.

Jika anak dibesarkan dengan celaan, Ia belajar memaki.
If a child lives with hostility, He learns to fight.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, Ia belajar berkelahi.
If a child lives with ridicule, He learns to be shy.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, Ia belajar rendah diri.
If a child lives with shame, He learns to feel guilty.
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, Ia belajar menyesali diri.
If a child lives with tolerance, He learns to be patient.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, Ia belajar menahan diri.
If a child lives with encouragement, He learns to be confidence.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, Ia belajar percaya diri.
If a child lives with praise, He learns to appreciate.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, Ia belajar menghargai.
If a child lives with fairness, He learns to justice.
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran, Ia belajar (bersikap) adil.
If a child lives with security, He learns to have faith.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, Ia belajar memepercayai.
If a child lives with approval, He learns to like himself.
                             Jika anak dibesarkan dengan dukungan, Ia belajar menyukai dirinya.
If a child lives with acceptance and friendship, He learns to find love in the world.
                           Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan."

Friday, February 22, 2013

Luka Batin?

Setelah menjamah om google dari atas ke bawah, mengumpulkan data tentang Luka Batin, akhirnya aku mengambil kesimpulan bahwa menyembuhkan Luka Batin tidaklah mudah.
Luka luar separah apapun bisa sembuh, tapi luka batin... ?
Dalamnya luka batin tak dapat dilihat hanya dari luarnya saja.

Langkah pertama adalah MENGAMPUNI. Dalam pengucapannya sangatlah mudah, tapi buatku sendiri ini seperti soal yang sulit kupecahkan. Bagaimana bisa kita mengampuni dengan mudah orang yang sudah membuat luka di diri kita? Bagaimana bisa melupakan kejadian buruk yang telah menimpa kita?
Bagaimana cara mengampuni dengan sempurna?
Dalam hati aku sering berucap bahwa telah mengampuni orang yang telah bersalah padaku. Tapi pada akhirnya, tak jarang aku mengingat kembali hal-hal buruk yang telah orang tersebut lakukan padaku.
Apakah yang salah adalah kemampuan memoriku? Kenapa hanya memori buruk yang terekam? Padahal ada juga kenangan yang baik (pastinya) dengan oraang tersebut.
Mengampuni bukan hal mudah, tapi aku sedang belajar untuk selalu mengampuni orang yang telah menyakitiku, tanpa harus orang tersebut meminta maaf.

Langkah kedua adalah pasrah. Apapun yang telah dialami dan akan dialami di masa mendatang, pasrahkan saja pada Tuhan. Berikan padaNYA semua sakit dan bahagia yang kita mliki, dengan begitu beban akan terasa ringan.
Intinya ...
PASRAH.

Langkah ketiga adalah BERDOA. Jangan luput berdoa setiap harinya. Luangkan waktu untuk curhat pada Tuhan. Kita butuh waktu untuk hilangkan segala penat, dan perlu dan wajib diketahui, Tuhan adalah maha pendengar. Apapun curhatan kita, dari segala benci dan sakit hati... katakanlah semua itu pada Tuhan. Tuhan akan setia mendengarkan kita. Dengan kuasaNYA, asal kita membuka diri, IA akan berbicara langsung dengan kita melalui segala hal yang ada disekitar kita.
Melalui aroma bunga, melalui perilaku alam, perilaku hewan, melalui keluarga juga teman....
Jangan sampai sehari dirimu tanpa DOA.

Okelah... sedikit-sedikit pasti bisaaalah aku jalani semua itu... demi perkembangan (diri) ke arah yang lebih baik.
Tapi yang aku tangisi dalam setiap harapanku adalah....
Bisakah aku menjadi penyembuh luka batin yang sudah mengerak selama berpuluh tahun?
Bisakah aku berharap Tuhan mau membantunya?
Bisakah secara sembunyi-sembunyi Tuhan menyembuhkan juga keras kepalanya?

Aku sangat ingin dia sembuh dari segala luka batinnya.....

Friday, February 15, 2013

Salahkah Jika Mencinta?

Apakah salah jika menginginkan hidup yang lebih baik?
Apakah salah jika menginginkan kebahagiaan?
Apakah salah jika menginginkan kesenangan?

"Kau!! Kau sudah membuat malu seluruh nenek - kakek moyang dan seluruh darah keturunanku!!"

Apa? Kenapa bisa? Apa aku salah?

"Kau pikir aku sudi memakan nasi dari uangmu???? Melihatnya pun aku tak sudi!! Jika saja kau memberitahuku darimana uang-uang itu berasal... Aku- a - aku... Aku akan... Aaaaarrggghh!!!!"

Apa salahku? Kenapa dia semarah itu? Semurka itu? Sekacau itu?
Teriakannya menggema keseluruh sudut rumah, merambati udara, menekan kepalaku kuat. Sakit. Sakit kurasa.
Kupegang kepalaku kuat-kuat, kutekan daun telingaku, menghindar dari suara seraknya yang kuat tak beraturan.
Tahu-tahu lututku sudah ada di depan hidungku.
Gemetar...

"Aaaaaaarrggghhhh!!!! Ampuni dia!! Ampuni diaaa Tuhaaannn!!! Ampuni hambamu iniii... ampuni kamiiii ... Aaaaarrrggghhh!!!"

Lari.
Tidak.
Lari.
Tidak.
Haruskah aku lari? Lari kemana?

Kenapa? Kenapa orang renta ini terus menerus berteriak? Bahkan dia menunjuk-nunjuk kepalaku.
Kepalaku yang layu.
Apa aku salah? Apa aku sesalah itu sampai-sampai dia ingin membunuhku dengan suara sumbangnya dan dengan matanya yang menusukku itu?
Dia ingin membunuh tanpa menyentuhku dari singgasana kursi roda tua yang ia duduki?
Jujur, aku lebih memilih dia menusukku dengan pisau dapur, langsung ke jantungku!

"PERGIIII!!!! PERGI DARI RUMAHKUUU!!!! KAU ANAK DURHAKA!!"

Apa?
Pergi? Pergi katanya?
Kubuka tanganku, kujauhkan dari wajahku yang berhias air mata.
Pelan kutegakkan kepalaku, menatap matanya yang garang...

"Apa? Ibu me- mengusirku??"

"Berani-beraninya kau menyebutku IBU???? Aku bukan Ibumu!!! Kau bukan anakku lagi!!!"

Seakan tersambar petir ratusan kali, tubuhku serasa lemas tak bertenaga, lutut yang menjadi penopang ragaku kali ini pun goyah. Kaki yang sudah terkulai pun makin terasa tak bertulang.
Aku tak percaya dia mengatakan itu.
Aku tak mau percaya!!!

"Apa? Ibu.. Kau .. Kau tak mengakuiku? Kau.. membuang..membuangku?"

Perlahan tapi pasti, segala takut dan sedihku berubah menjadi amarah. Aku dapat merasakan detik-detik air di batang nadiku naik menuju ujung kepala.

Meledak.

"Huh. Kau pikir kau siapa? Kau cuma nenek-nenek yang manja, buang air pun harus dengan orang lain. Kau pikir siapa selama ini yang memandikanmu? Mencebokimu? Memberimu makan dan mencuci semua pakaian kotor bekas kotoranmu itu????"

Kurasakan kepuasan. Melihat wajahnya yang syok membuatku mampu mengangkat lututku, kutegakkan kakiku dan berdiri dihadapannya dengan lantang.

"Berkat siapa sisi rumah ini menjadi dinding? Berkat siapa lantai ini menjadi keramik?? Aku!! AKU BU!!"

"Seandainya bukan karena aku, kau masih harus tinggal di gubuk reyot peninggalan bapak! Suamimu yang sudah mati itu!!"

"Dan siapa yang selama ini mengantar kau berobat ke dokter? Siapa yang selalu rela meluangkan waktunya yang padat hanya untuk mendengar ocehan tentang sakit pinggang dan hampanya rasa lututmu itu??"

"SIAPA?? SIAPAA??? JAWAAAAAAAAABBB!!!!"

Hah... rasanya seperti tercekik... Lega sekaligus sakit.
Melihat mulutnya yang ternganga sembari memegang dadanya, nafasnya tersengal-senga, aku menghentikan bicaraku. Wajahnya berkerut, memperkaya kerut yang sudah permanen di wajahnya. Beberapa detik kemudian tangisnya meledak, seluruh wajah ia tenggelamkan ke kedua tangannya yang sudah rapuh itu.

Ia menjadi seperti aku di beberapa menit yang lalu.
Aku puas.
Aku puas dan sakit.

Salahkah aku? Salahkah aku jika ingin hidup bahagia?
Salahkah aku jika aku mencintai seseorang?
Salahkah aku jika aku menerima semua pemberian dari orang yang kucintai?

"Ibu... ibu hanya ingin kau sadar nak... I- ibu hanya ingin kau sadar.. Semuanya ini tidak benar... Salah!"

Memang ... aku tahu orang yang kucintai sudah beristri.
Tapi aku mencintainya! Kami saling mencinta!
Apa yang salah dari orang yang saling mencintai???

"Aku mencintainya bu.. Aku mencintainya. Semua.. Semua yang kuterima juga merupakan rasa cintanya padaku bu! Kami saling mencintai!!"

"Ibu tak sanggup, apa yang akan terjadi nanti.. Ketika berita tentangmu menyebar... Ibu tak sanggup..."

Kali ini pandangan matanya kosong dengan arus airmata tak berkurang. Lengannya ia biarkan terkulai begitu saja. Melihatnya yang seperti itu membuatku sakit!!

"Ibu tadi menyuruhku pergi? Baik aku akan pergi. Aku harap ibu dapat menjaga diri baik-baik."

Kubaikkan badanku dan berjalan menuju pintu. Gontai. Tenggorokanku seperti dicekik. Sakit.

"TUNGGUUU!!! Mau kemana kamu??? Jangan pergi sebelum kau menyadari apa yang menjadi salahmu! NAKKK!!!"

"Aku akan tinggal bersama Mas Hadi. Dia sudah membelikanku rumah. Aku akan tinggal dirumah itu bersamanya."

Kuberbicara membelakanginya, aku tak ingin melihat wajahnya yang membuatku sakit... Tapi tak apa, nanti akan kutelepon yayasan panti jompo untuk menjemputnya. Ya. Pasti. Tak apa. Tak apa. Tak apa, tapi... Kenapa aku menangis?


"JANGAN PERGIII!!! JANGAAAANNNN!!! JANGAN PERGIII!!! RIANTOOOO!!! JANGAN PERGI RIANTOOO!! KAU SALAAAAHHHHH... !!!"





~~~~~~~~~~~~~~~~Untuk khayalan liarku, terimakasih~~~~~~~~~~~~~~~

Seandainya...

Seandainya cinta itu bunga,
pastinya dia berwarna pelangi...
Mengagumkan,
penuh warna....

Seandainya cinta itu udara,
ia pasti harum...
Ringan,
dan hangat...

Seandainya cinta itu kapas,
ia pasti lembut...
Halus,
dan nyaman...

Seandainya cinta itu merpati,
ia akan setia...
Puth,
dan suci...

Seandainya cinta itu mata,
ia pasti menawan..
Indah,
dan menjaga....

Seandainya cinta itu jaket,
ia pasti tebal...
Hangat,
dan melindungi...

Seandainnya cinta itu rumah,
Ia pasti kokoh...
Tangguh,
dan dapat dipercaya...
untuk menjaga dan melindungi...
siapapun yang tinggal di didalamnya...

Seandainya aku adalah cinta..
Seandainya aku bisa benar-benar bisa memahami cinta...
Seandainya aku bisa menjadi cinta....

Seandainya.... .


~~Shae, 16 Februari 2013 (02.35 Am)~~

Wednesday, March 7, 2012

12 Tips Mengirimkan Naskah





Salah satu hal yang akan sering Anda lakukan sebagai penulis adalah mengirimkan naskah ke penerbit. Walau kelihatannya kegiatan ini sangat sepele, namun sebenarnya sangat signifikan bagi karier Anda sebagai penulis. Berikut ini adalah beberapa buah tips yang bisa menjadi panduan Anda dalam mengirimkan naskah ke penerbit.
1. Bacalah terlebih dahulu petunjuk pengiriman naskah. Biasanya petunjuk ini tercantum di dalam website penerbit. Bacalah denngan teliti. Beberapa penerbit memiliki persyaratan yang khusus.
2. Cari tahu jenis buku yang diterbitkan oleh penerbit yang Anda inginkan. Penerbitan akademis tentu akan menolak naskah fiksi. Hal ini dimaksudkan supaya Anda tidak membuang waktu mengirimkan naskah ke penerbit yang salah.
3. Bila Anda mengirimkan dalam bentuk hardcopy, sertakan amplop yang sudah ditempeli perangko secukupnya apabila Anda ingin naskah tersebut dikembalikan apabila ditolak.
4. Apabila Anda mengirimkan dalam bentuk softcopy pastikan bahwa naskah tersebut diketik dalam format yang umum digunakan. Mintalah persetujuan terlebih dahulu bila Anda ingin mengirimkan dalam format yang khusus. Apabila mengirimkan lewat email, isi subject email dengan jelas. Dan pastikan juga email atau file Anda bebas dari virus.
5. Sabarlah menunggu jawaban. Mungkin naskah Anda akan mendapatkan jawaban dalam hitungan minggu atau bulan. Editor sebuah penerbitan biasanya mendapatkan banyak sekali kiriman naskah, sehingga cukup menyita waktu mereviewnya satu per satu.
7. Kiriman naskah Anda yang terbaik. Jangan kirimkan naskah yang seadanya - masih banyak salah ketik, layout yang berantakan, dsb. Anda akan dinilai berdasarkan apa yang Anda kirimkan. Jadi kirimkan yang terbaik. Jika penerbit untuk mensyaratkan untuk mengirimkan salah satu contoh saja, kirimkan bab terbaik. Ini akan membuat Anda terlihat profesional.
8. Berikan impresi yang baik, sopan dan ramah apabila Anda ingin menanyakan tentang naskah Anda. Janganlah bersikap menjengkelkan dengan menelepon atau mengirim email setiap hari kepada editor. Biarkan editor mengerjakan tugasnya.
9. Sambil menunggu, janganlah berdiam diri. Setelah Anda mengirimkan naskah, buatlah naskah yang lain. Tetaplah produktif untuk menulis. Jika naskah Anda ditolak, anda akan memiliki naskah lain yang bisa dikirimkan. Carilah tema yang lain, berbeda dengan yang Anda kirimkan sebelumnya. Atau Anda bisa membaca kembali naskah Anda, sehingga Anda bisa mengirimkan kembali dengan melakukan revisi yang dperlukan
10. Terbukalah pada kritik. Jika penerbit meminta Anda merevisi naskah Anda, lakukanlah. Setiap penulis bisa salah tulis atau ketik. Anda juga perlu menyadari bahwa penerbit juga punya pertimbangan lain seperti segi “komersial” suatu naskah yang mungkin berbeda dengan idealisme Anda.
11. Bersiaplah menghadapi penolakan. Setiap akan penulis akan selalu mendapatkan penolakan, tidak terkecuali penulis yang sudah punya nama. Jangan menyerah. Kadang penerbit menolak suatu karya tanpa penjelasan sama sekali. Tidak perlu diambil hati. Tidak semua sebabnya adalah naskah Anda yang jelek, ada lebih lebih banyak alasan di luar hal itu, seperti ketidak cocokan naskah, atau mungkin editornya yang tidak bisa melihat kelebihan naskah Anda. Anda bisa mengirimkannya lagi – dengan revisi, atau mengirimkannya pada penerbit lain.
12. Ada beberapa dokumen yang perlu Anda kirimkan bersama naskah Anda, antara lain :
Sinopsis. Dengan sinopsis, penerbit dapat mendapatkan gambaran cocok tidaknya naskah untuk diterbitkan dengan lebih cepat. Sinopsis juga dapat membantu untuk medapatkan gambaran mengenai isi naskah tersebut.
Cover letter. Anda sebaiknya mengirimkan cover letter bersama dengan naskah tersebut. Cover letter sebaiknya juga menjelaskan apa kelebihan naskah Anda, siapa yang akan membaca tulisan Anda (target marketnya) dan menjawab pertanyaan mengapa penerbit harus menerbitkan naskah Anda. Apabila Anda baru pertama kali mengirimkan naskah ke penerbit, cover letter juga bisa berfungsi sebagai alat perkenalan.
Bio data. Satu dokumen lagi yang perlu Anda serahkan adalah bio data. Terutama jika Anda baru pertama kali mengirimkan naskah ke penerbit tertentu. Tidak ada salahnya juga bila Anda selalu mengirimkan bio data pada saat mengirimkan naskah, karena mungkin pengalaman Anda sudah bertambah. Di dalam bio data ini Anda bisa mencantumkan data pribadi, seperti nama, alamat, no kontak, email, dan sebagainya. Anda perlu juga mencantumkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, keahlian Anda, terutama bila Anda menulis buku non fiksi, karena hal ini sangat berperan dalam menentukan lolos tidaknya naskah Anda. Jika Anda pernah menulis buku sebelumnya, sebutkan judul, penerbit, dan tahun beredarnya. Sebutkan juga jumlah eksemplar yang telah dicetak dan terjual, apakah buku Anda masuk kategori best seller. Hal ini akan menambah nilai jual Anda


Sumber : http://www.escaeva.com/tips-menulis/tips-umum/12-tips-mengirimkan-naskah.html