Pages

Sunday, March 3, 2013

Butterfly




Ini gambar dulu pernah diikutin lomba di web anak negeri (zonamobile.net), tapi nggak menang si....hehe.
Eh, jadi keinget Zonam.. Kangen juga, tapi karena satu dan berbagai hal website itu hilang.. T_T
Tapi hubungan pertemanan nggak ilang, lewat FB masih bisa ngobrol sama temen-temen yang dulu pernah ngumpul di Zonam.

Buat yg gambar aslinya tapi nggak ke-load , ini ada versi ringannya :



Potongan Senja (bagian 1)




"Kamu suka melihat matahari terbenam seperti ini ya?"

Pertanyaannya mendesakku keluar dari lamunan. Kutolehkan sedikit kepalaku lalu kupalingkan kembali pada matahari. Takut. Ada rasa takut ketika melihatnya memandang ke arahku.

"Iya. Aku suka.."

Langit kala itu seperti terbakar, dengan bola api raksasa yang perlahan terkubur di hamparan air yang juga menjadi merah. Cahaya oranye terang seperti menyeretku masuk ke suatu tempat, suatu tempat di sudut hatiku. Nyaman sekaligus mendebarkan.

"Hmm.. Konon katanya orang yang suka dengan matahari terbenam cenderung lebih sering tenggelam dalam masa lalunya."

"Eh? Yang benar?"

Saat aku menoleh, mata kami bertabrakan. Seketika aku menatap matahari kembali. Sesaat tadi aku melihat senyum kecilnya kearahku. Ah.. aku ingin tengelam saja rasanya.

"Haha.. Kamu ini... 'kan kamu yang bisa cocokin sama diri kamu sendiri benar atau nggaknya. Aku 'kan tadi bilangnya juga cuma 'konon'."

Suara tawanya menggema dalam telingaku. Bersyukur ada matahari yang menyerangku dengan sinar oranyenya. Aku jadi tak perlu cemas pada perubahan warna kulit wajahku. Dia terus saja memberiku pertanyaan demi pertanyaan yang kemudian berubah menjadi topik obrolan. Mau tak mau aku jadi sering menatap wajahnya ketika harus menjawab pertanyaan darinya. Ya walau dengan begitu lebih sering juga aku melarikan tatapan mataku pada matahari. Ketika aku diam, ia akan menjadi lebih beirisik. Sedikit mengganggu, tapi entah kenapa aku ingin dia tetap menggangguku.

"Jadi memang benar kamu lebih sering mengingat kenangan masa lalu ya.. "

"Seperti kubilang tadi, hanya kadang-kadang, tapi lumayan sering juga."

"Haaa~ ? Kadang-kadang tapi sering? Apa sering tapi kadang-kadang? Hahaha..."

Ah... aku jadi teringat nilai pelajaran Bahasa Indonesiaku yang sempat anjlok saat SMA. Kenapa aku jadi sebegitu canggung seperti ini?
Hanya karena tawa lepasnya aku jadi tak fokus memalingkan wajahku pada matahari. Bahkan sandalku pun aku tatap lekat-lekat tanpa sengaja.

"Ah.. haha.. maaf, malah jadi seperti mentertawakanmu. ha...hha.."

Apa? 'Seperti' katamu?

"Kamu jarang tertawa ya sepertinya?"

Perlu dijawabkah pertanyaan seperti itu? Kurasa tidak. Jadi aku hanya diam tertunduk. Hanya menatap pasir yang berserakan di kuku kakiku.

"Sering melamunkan masa lalu, jarang tertawa, jarang berbicara... Apa kamu bahagia?"

Bahagia? Apa itu bahagia? Kulihat matanya, kucari maksud dari 'bahagia' yang ia katakan barusan.
Bahagia?

"Apa itu bahagia?"

Hening.
Sedetik setelah kalimatku yang ada setelahnya adalah suasana bisu. Mimik wajahnya seperti heran dan kaget. Aku juga heran. Kemana tawanya yang tadi? Bukankah seharusnya dia tertawa?  Aku tak sanggup menatap matanya dalam waktu yang lebih lama, lagipula di matanya tak kutemukan suatu apapun. Hanya terpana.

"Ah... maaf."

Eh? Kenapa dia meminta maaf? Ekspresi menyesal yang ia tunjukkan malah menbuatku sesak. Tertawalah. Kumohon tertawalah seperti tadi.
Apa aku salah kalau aku tak mengerti tentang arti bahagia?

Kumohon...

"Maaf.... Aku juga... maaf."

Kembali pada hening. Kami sama-sama tertunduk. Entah apa yang ia pikirkan, Tapi aku memikirkan dia yang tiba-tiba menjadi seperti ini. Beberapa menit yang lalu ia tertawa.
Tertawa!
Hanya karena 'bahagia' ia menjadi seperti ini. Mungkin aku harus menyalahkan 'bahagia'.

Perlahan tapi pasti sinar oranye itu lenyap, berikut dengan matahari yang membawanya. Hamparan pantai jadi terasa riuh, ramai. Ah... tapi sepertinya dari sebelum aku kemari memang telah ramai. Kenapa aku sempat merasa di pantai ini hanya ada aku dan dia? Perlukah kusalahkan 'bahagia' lagi karena 'bahagia' sudah menyadarkanku bahwa di tempat ini bukan hanya ada aku dan dia?

"Sudah kuputuskan!"

"Eh?!"
Apa? memutuskan apa? Kenapa tiba-tiba? Hampir lepas jantungku sepertinya ketika dia mengeluarkan nada kerasnya berikut kepalan di kedua tangannya.

"Sudah kuputuskan. Aku akan menunjukkan padamu apa artinya kebahagiaan itu!"

Dengan mata jernihnya ia menatapku lurus. Senyum kekanakannya membuatku ingin meloncat. Aku benar-benar ingin lari ke lautan saat ia mendekatkan dirinya padaku. Aku..Aku bingung harus melarikan pandanganku kemana? Ah! Iya! Sandalku!

"Jadilah sahabatku, aku akan tunjukkan bahagia padamu!!"



***


"Karin!! Sudah malam nih! Cepat kumpul! Nanti kamu ketinggalan makan malam!"

"Hmm... ya. Aku kesana."

Bola api raksasa sudah menenggelamkan dirinya ke lautan. Kurasa sudah saatnya aku kembali pada masa sekarang. Sepenggal kenangan tentang senja membuatku tenggelam pada masa lalu.
Yah... seperti katanya waktu itu. Memang benar kalau aku menyukai masa lalu.



~~~bersambung~~~

Thursday, February 28, 2013

Bukan Untuk Perbandingan



 Ibarat bunga, manusia memiliki keindahannya masing-masing. Maka tak pantaslah sebenarnya jika kita membanding-bandingkan orang dengan oranng lainnya. Kebetulan saat menulis tulisan ini terjadi perdebatan antara ibu dan adikku. Dimulai saat adik menyuruh ibu menulis pesan teks di handphone, tapi ibu menolak karena malas mengambil kacamata. Lalu adik membandingkan ibu dengan seorang kakek-kakek tetangga yang masih bisa membaca tanpa kacamata. Daan adu mulut pun dimulai... Menilik sifat ibu yang sulit mengalah (haha), adu argumen sangat seru, mengalahkan suara tv dan memecah konsentrasiku menulis (sampai akhirnya tema awal tulisanku hilang X) ).

Membandingkan sangat menyakitkan bagi yang dibandingkan.
Karena sebenarnya manusia bukanlah obyek perbandingan,
karena manusia adalah pribadi, karena manusia itu unik.

Wednesday, February 27, 2013

Antara Karakter Dan Masa Kecil

"Setiap manusia terbentuk dari masa kecil yang telah mereka alami."

Hmm... benarkah? Setiap orang mempunyai kenangan masa kecilnya masing-masing. Dari yang menyedihkan dan menyenangkan. Seorang anak yang terbiasa dipuji, tentunya akan berbeda dengan anak yang terbiasa diolok...
Ada seorang teman, dia bercerita bahwa karena ia tak pernah dipuji oleh kedua orang tuanya saat ia mendapatkan sebuah prestasi, sampai menginjak usia duapuluhan dia selalu merasa kurang puas terhadap dirinya sendiri. Perasaan kurang puas itu (menurutnya) merupakan hambatan bagi dirinya. Padahal menurutku dia sudah berhasil dalam berbagai hal. Tapi dia merasa belum mencapai sesuatu yang memuaskaan.

Mendengar cerita tersebut aku jadi yakin memang semua manusia merupakan hasil dari cara asuhan para orangtua sewaktu kecil. Segala kenangan manis sampai trauma sangat membekas ketika hal-hal itu dialami saat masa kanak-kanak. Selain perlakuan dari orangtua, perlakuan dari saudara, kerabat, teman dan orang-orang terdekat lainnya sangat berpengaruh bagi tumbuh kembang jiwa anak. Mungkin sang anak sempat lupa akan apa yang telah ia alami saat ia beranjak dewasa. Tapi kenangan manis/buruk itu akan  tetap membekas di alam bawah mereka.

Aku jadi teringat puisi pendidikan yang dibuat oleh pakar psikologi anak, Dorothy Law Nolte, Ph.D. tentang perlakuan orangtua yang sangat berpengaruh pada karakter anak. Dari puisi itu aku jadi tau kenapa bisa sampai memiliki karakter seperti ini. (LOL)

Sangat perlu sekali kurasa untuk mengetahui asal muasal karakter kita. Yang sebenarnya telah dimulai sejak dalam kandungan. Dari sejarah masa kecil, kita dapat mengetaui apa yang salah pada karakter kita. Dan untuk orang-orang yang ingin maju tapi merasa terhambat karena perihal karakter negatif yang dimiliki, metode ini sangat efektif. Mencari apa yang membuat kita berperilaku / memliki sifat negatif, dan kemudian membenahinya dengan ikhlas, maaf dan memaafkan.

Ikhlas melepas semua sakit dimasa lalu, menyesali semua salah yang telah dilakukan diri sendiri terhadap orang lain (menyakiti orang lain) dan bertobat, lalu memaafkan diri sendiri dan juga memaafkan orang lain yang telah menyakiti kita.
Dan kemudian maju untuk selalu berusaha menjadi manusia yang lebih baik dan lebih baik lagi setiap harinya.



Intinya, jangan lari dari masa kecil anda, tapi terima dan hadapi diri anda dengan kekuatan penuh!!! FIGHT !!! :D




~~CHILDREN LEARN WHAT THEY LIVE~~
     by Dorothy Law Nolte, Ph.D.


"If a child lives with a criticism, He learns to condemn.

Jika anak dibesarkan dengan celaan, Ia belajar memaki.
If a child lives with hostility, He learns to fight.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, Ia belajar berkelahi.
If a child lives with ridicule, He learns to be shy.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, Ia belajar rendah diri.
If a child lives with shame, He learns to feel guilty.
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, Ia belajar menyesali diri.
If a child lives with tolerance, He learns to be patient.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, Ia belajar menahan diri.
If a child lives with encouragement, He learns to be confidence.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, Ia belajar percaya diri.
If a child lives with praise, He learns to appreciate.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, Ia belajar menghargai.
If a child lives with fairness, He learns to justice.
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran, Ia belajar (bersikap) adil.
If a child lives with security, He learns to have faith.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, Ia belajar memepercayai.
If a child lives with approval, He learns to like himself.
                             Jika anak dibesarkan dengan dukungan, Ia belajar menyukai dirinya.
If a child lives with acceptance and friendship, He learns to find love in the world.
                           Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan."

Friday, February 22, 2013

Luka Batin?

Setelah menjamah om google dari atas ke bawah, mengumpulkan data tentang Luka Batin, akhirnya aku mengambil kesimpulan bahwa menyembuhkan Luka Batin tidaklah mudah.
Luka luar separah apapun bisa sembuh, tapi luka batin... ?
Dalamnya luka batin tak dapat dilihat hanya dari luarnya saja.

Langkah pertama adalah MENGAMPUNI. Dalam pengucapannya sangatlah mudah, tapi buatku sendiri ini seperti soal yang sulit kupecahkan. Bagaimana bisa kita mengampuni dengan mudah orang yang sudah membuat luka di diri kita? Bagaimana bisa melupakan kejadian buruk yang telah menimpa kita?
Bagaimana cara mengampuni dengan sempurna?
Dalam hati aku sering berucap bahwa telah mengampuni orang yang telah bersalah padaku. Tapi pada akhirnya, tak jarang aku mengingat kembali hal-hal buruk yang telah orang tersebut lakukan padaku.
Apakah yang salah adalah kemampuan memoriku? Kenapa hanya memori buruk yang terekam? Padahal ada juga kenangan yang baik (pastinya) dengan oraang tersebut.
Mengampuni bukan hal mudah, tapi aku sedang belajar untuk selalu mengampuni orang yang telah menyakitiku, tanpa harus orang tersebut meminta maaf.

Langkah kedua adalah pasrah. Apapun yang telah dialami dan akan dialami di masa mendatang, pasrahkan saja pada Tuhan. Berikan padaNYA semua sakit dan bahagia yang kita mliki, dengan begitu beban akan terasa ringan.
Intinya ...
PASRAH.

Langkah ketiga adalah BERDOA. Jangan luput berdoa setiap harinya. Luangkan waktu untuk curhat pada Tuhan. Kita butuh waktu untuk hilangkan segala penat, dan perlu dan wajib diketahui, Tuhan adalah maha pendengar. Apapun curhatan kita, dari segala benci dan sakit hati... katakanlah semua itu pada Tuhan. Tuhan akan setia mendengarkan kita. Dengan kuasaNYA, asal kita membuka diri, IA akan berbicara langsung dengan kita melalui segala hal yang ada disekitar kita.
Melalui aroma bunga, melalui perilaku alam, perilaku hewan, melalui keluarga juga teman....
Jangan sampai sehari dirimu tanpa DOA.

Okelah... sedikit-sedikit pasti bisaaalah aku jalani semua itu... demi perkembangan (diri) ke arah yang lebih baik.
Tapi yang aku tangisi dalam setiap harapanku adalah....
Bisakah aku menjadi penyembuh luka batin yang sudah mengerak selama berpuluh tahun?
Bisakah aku berharap Tuhan mau membantunya?
Bisakah secara sembunyi-sembunyi Tuhan menyembuhkan juga keras kepalanya?

Aku sangat ingin dia sembuh dari segala luka batinnya.....

Friday, February 15, 2013

Salahkah Jika Mencinta?

Apakah salah jika menginginkan hidup yang lebih baik?
Apakah salah jika menginginkan kebahagiaan?
Apakah salah jika menginginkan kesenangan?

"Kau!! Kau sudah membuat malu seluruh nenek - kakek moyang dan seluruh darah keturunanku!!"

Apa? Kenapa bisa? Apa aku salah?

"Kau pikir aku sudi memakan nasi dari uangmu???? Melihatnya pun aku tak sudi!! Jika saja kau memberitahuku darimana uang-uang itu berasal... Aku- a - aku... Aku akan... Aaaaarrggghh!!!!"

Apa salahku? Kenapa dia semarah itu? Semurka itu? Sekacau itu?
Teriakannya menggema keseluruh sudut rumah, merambati udara, menekan kepalaku kuat. Sakit. Sakit kurasa.
Kupegang kepalaku kuat-kuat, kutekan daun telingaku, menghindar dari suara seraknya yang kuat tak beraturan.
Tahu-tahu lututku sudah ada di depan hidungku.
Gemetar...

"Aaaaaaarrggghhhh!!!! Ampuni dia!! Ampuni diaaa Tuhaaannn!!! Ampuni hambamu iniii... ampuni kamiiii ... Aaaaarrrggghhh!!!"

Lari.
Tidak.
Lari.
Tidak.
Haruskah aku lari? Lari kemana?

Kenapa? Kenapa orang renta ini terus menerus berteriak? Bahkan dia menunjuk-nunjuk kepalaku.
Kepalaku yang layu.
Apa aku salah? Apa aku sesalah itu sampai-sampai dia ingin membunuhku dengan suara sumbangnya dan dengan matanya yang menusukku itu?
Dia ingin membunuh tanpa menyentuhku dari singgasana kursi roda tua yang ia duduki?
Jujur, aku lebih memilih dia menusukku dengan pisau dapur, langsung ke jantungku!

"PERGIIII!!!! PERGI DARI RUMAHKUUU!!!! KAU ANAK DURHAKA!!"

Apa?
Pergi? Pergi katanya?
Kubuka tanganku, kujauhkan dari wajahku yang berhias air mata.
Pelan kutegakkan kepalaku, menatap matanya yang garang...

"Apa? Ibu me- mengusirku??"

"Berani-beraninya kau menyebutku IBU???? Aku bukan Ibumu!!! Kau bukan anakku lagi!!!"

Seakan tersambar petir ratusan kali, tubuhku serasa lemas tak bertenaga, lutut yang menjadi penopang ragaku kali ini pun goyah. Kaki yang sudah terkulai pun makin terasa tak bertulang.
Aku tak percaya dia mengatakan itu.
Aku tak mau percaya!!!

"Apa? Ibu.. Kau .. Kau tak mengakuiku? Kau.. membuang..membuangku?"

Perlahan tapi pasti, segala takut dan sedihku berubah menjadi amarah. Aku dapat merasakan detik-detik air di batang nadiku naik menuju ujung kepala.

Meledak.

"Huh. Kau pikir kau siapa? Kau cuma nenek-nenek yang manja, buang air pun harus dengan orang lain. Kau pikir siapa selama ini yang memandikanmu? Mencebokimu? Memberimu makan dan mencuci semua pakaian kotor bekas kotoranmu itu????"

Kurasakan kepuasan. Melihat wajahnya yang syok membuatku mampu mengangkat lututku, kutegakkan kakiku dan berdiri dihadapannya dengan lantang.

"Berkat siapa sisi rumah ini menjadi dinding? Berkat siapa lantai ini menjadi keramik?? Aku!! AKU BU!!"

"Seandainya bukan karena aku, kau masih harus tinggal di gubuk reyot peninggalan bapak! Suamimu yang sudah mati itu!!"

"Dan siapa yang selama ini mengantar kau berobat ke dokter? Siapa yang selalu rela meluangkan waktunya yang padat hanya untuk mendengar ocehan tentang sakit pinggang dan hampanya rasa lututmu itu??"

"SIAPA?? SIAPAA??? JAWAAAAAAAAABBB!!!!"

Hah... rasanya seperti tercekik... Lega sekaligus sakit.
Melihat mulutnya yang ternganga sembari memegang dadanya, nafasnya tersengal-senga, aku menghentikan bicaraku. Wajahnya berkerut, memperkaya kerut yang sudah permanen di wajahnya. Beberapa detik kemudian tangisnya meledak, seluruh wajah ia tenggelamkan ke kedua tangannya yang sudah rapuh itu.

Ia menjadi seperti aku di beberapa menit yang lalu.
Aku puas.
Aku puas dan sakit.

Salahkah aku? Salahkah aku jika ingin hidup bahagia?
Salahkah aku jika aku mencintai seseorang?
Salahkah aku jika aku menerima semua pemberian dari orang yang kucintai?

"Ibu... ibu hanya ingin kau sadar nak... I- ibu hanya ingin kau sadar.. Semuanya ini tidak benar... Salah!"

Memang ... aku tahu orang yang kucintai sudah beristri.
Tapi aku mencintainya! Kami saling mencinta!
Apa yang salah dari orang yang saling mencintai???

"Aku mencintainya bu.. Aku mencintainya. Semua.. Semua yang kuterima juga merupakan rasa cintanya padaku bu! Kami saling mencintai!!"

"Ibu tak sanggup, apa yang akan terjadi nanti.. Ketika berita tentangmu menyebar... Ibu tak sanggup..."

Kali ini pandangan matanya kosong dengan arus airmata tak berkurang. Lengannya ia biarkan terkulai begitu saja. Melihatnya yang seperti itu membuatku sakit!!

"Ibu tadi menyuruhku pergi? Baik aku akan pergi. Aku harap ibu dapat menjaga diri baik-baik."

Kubaikkan badanku dan berjalan menuju pintu. Gontai. Tenggorokanku seperti dicekik. Sakit.

"TUNGGUUU!!! Mau kemana kamu??? Jangan pergi sebelum kau menyadari apa yang menjadi salahmu! NAKKK!!!"

"Aku akan tinggal bersama Mas Hadi. Dia sudah membelikanku rumah. Aku akan tinggal dirumah itu bersamanya."

Kuberbicara membelakanginya, aku tak ingin melihat wajahnya yang membuatku sakit... Tapi tak apa, nanti akan kutelepon yayasan panti jompo untuk menjemputnya. Ya. Pasti. Tak apa. Tak apa. Tak apa, tapi... Kenapa aku menangis?


"JANGAN PERGIII!!! JANGAAAANNNN!!! JANGAN PERGIII!!! RIANTOOOO!!! JANGAN PERGI RIANTOOO!! KAU SALAAAAHHHHH... !!!"





~~~~~~~~~~~~~~~~Untuk khayalan liarku, terimakasih~~~~~~~~~~~~~~~

Seandainya...

Seandainya cinta itu bunga,
pastinya dia berwarna pelangi...
Mengagumkan,
penuh warna....

Seandainya cinta itu udara,
ia pasti harum...
Ringan,
dan hangat...

Seandainya cinta itu kapas,
ia pasti lembut...
Halus,
dan nyaman...

Seandainya cinta itu merpati,
ia akan setia...
Puth,
dan suci...

Seandainya cinta itu mata,
ia pasti menawan..
Indah,
dan menjaga....

Seandainya cinta itu jaket,
ia pasti tebal...
Hangat,
dan melindungi...

Seandainnya cinta itu rumah,
Ia pasti kokoh...
Tangguh,
dan dapat dipercaya...
untuk menjaga dan melindungi...
siapapun yang tinggal di didalamnya...

Seandainya aku adalah cinta..
Seandainya aku bisa benar-benar bisa memahami cinta...
Seandainya aku bisa menjadi cinta....

Seandainya.... .


~~Shae, 16 Februari 2013 (02.35 Am)~~